Pengenalan Pola


Dalam Computer Vision, pengenalan pola (pattern recognition) merupakan tahapan yang dilakukan setelah pengolahan citra (image processing).

Berikut ini merupakan langkah-langkah yang umumnya dilakukan dalam merancang sebuah sistem computer vision (pengolahan citra dan pengenalan pola):

1. Akuisisi citra (image acquisition)

Akuisisi citra digital merupakan proses menangkap (capture) atau memindai (scan) citra analog sehingga diperoleh citra digital.

Alat yang dapat digunakan untuk mengakuisisi citra digital antara lain: kamera digital, webcam, smartphone, scanner, mikroskop digital, pesawat rontgen/sinar X, pesawat MRI, pesawat CT Scan, atau pesawat radiodiagnostik lainnya.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses akuisisi citra di antaranya: resolusi alat akuisisi, jarak dan sudut pengambilan citra, pencahayaan, perbesaran (zoom), pergerakan objek maupun pergerakan kamera (statis atau dinamis), dan format citra hasil akuisisi.

2. Perbaikan kualitas citra (Image enhancement)


Perbaikan kualitas citra merupakan tahapan pre-processing dalam pengolahan citra yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas suatu citra.

Indikator citra dengan kualitas baik adalah hasil segmentasi.

Jika tanpa melalui proses perbaikan kualitas citra, citra hasil akuisisi sudah dapat tersegmentasi dengan baik, maka tahapan perbaikan kualitas citra boleh tidak dilakukan.

Namun apabila hasil segmentasi belum baik, maka perlu dilakukan tahapan perbaikan kualitas citra.

Oleh sebab itu, perbaikan kualitas citra dapat dikatakan tahapan yang bersifat opsional.

Selain bersifat opsional, perbaikan kualitas citra juga bersifat subjektif dan eksperimentatif karena tidak ada algoritma yang baku untuk meningkatkan kualitas citra.

Perbaikan kualitas citra dapat dilakukan melalui operasi titik, operasi spasial, maupun operasi transformasi.

Metode perbaikan kualitas citra di antaranya adalah: intensity adjustment, contrast stretching, filtering (median filter, low pass filter, high pass filter, dsb).

3. Segmentasi citra


Dalam pengolahan citra, terkadang dibutuhkan pengolahan hanya pada obyek tertentu saja.

Oleh sebab itu, diperlukan proses untuk memisahkan obyek yang dikehendaki dengan obyek lain yang tidak dikehendaki.

Proses memisahkan antara obyek yang dikehendaki (foreground) dengan obyek lain yang tidak dikehendaki (background) disebut dengan segmentasi citra.

Pada umumnya hasil keluaran proses segmentasi adalah berupa citra biner di mana foreground berlogika 1 sedangkan background berlogika 0.

Sama seperti perbaikan kualitas citra, segmentasi citra juga bersifat subjektif dan eksperimentatif karena tidak ada algoritma yang pasti untuk memisahkan antara foreground dengan background.

Apabila seluruh obyek dalam citra adalah obyek yang dikehendaki, maka tidak perlu dilakukan proses segmentasi citra.

Oleh sebab itu, proses segmentasi citra juga bersifat opsional.

Metode segmentasi citra di antaranya adalah thresholding, multithresholding, active contour, deteksi tepi, k-means clustering, filter gabor, fuzzy c-means clustering, watershed, transformasi hough, dsb.

4. Ekstraksi ciri (feature extraction)

Untuk mengenali obyek dalam citra dibutuhkan parameter-parameter yang mencirikan obyek tersebut.

Ciri yang dapat digunakan untuk membedakan obyek satu dengan obyek lainnya di antaranya adalah ciri bentuk, ciri ukuran, ciri geometri, ciri tekstur, dan ciri warna.

Masing-masing obyek diekstrak cirinya berdasarkan parameter-parameter tertentu dan dikelompokkan pada kelas tertentu.

Misalnya untuk mencirikan ukuran suatu obyek yang termasuk dalam kelas ukuran besar maka digunakan parameter luas dan keliling.

Nilai dari parameter-parameter tersebut kemudian dijadikan sebagai data masukan dalam proses identifikasi/ klasifikasi.

Pada proses pengenalan pola yang kompleks dibutuhkan ciri yang kompleks pula, oleh sebab itu perlu dilakukan kajian mengenai ciri apa yang benar-benar dapat membedakan antara obyek satu dengan obyek yang lain.

5. Identifikasi/ klasifikasi

Dalam proses ini, nilai parameter-parameter yang merepresentasikan ciri obyek pada masing-masing kelas dijadikan sebagai data masukan.

Data tersebut kemudian diolah sehingga diperoleh suatu rumusan untuk dapat mengenali obyek.

Dalam tahapan identifikasi, umumnya dilakukan dua proses utama yaitu proses pelatihan dan proses pengujian.

Proses pelatihan dilakukan menggunakan sekumpulan data latih yang memuat parameter ciri/ feature yang digunakan untuk membedakan antara objek satu dengan objek lainnya.

Proses pelatihan memetakan data latih menuju target latih melalui suatu rumusan (algoritma identifikasi/klasifikasi).

Algoritma yang digunakan dipilih berdasarkan pada karakteristik ciri/ feature dari objek.

Algoritma yang biasa digunakan antara lain jaringan syaraf tiruan, support vector machine, k-means clustering, k-nearest neighbor, logika fuzzy, fuzzy c-means clustering, naive bayes, dll.

Akhir dari proses pelatihan adalah suatu rumusan terbaik yang memetakan data latih menuju target latih yang ditunjukkan dengan tingkat akurasi proses pelatihan.

Proses selanjutnya yaitu proses pengujian, pada proses ini rumusan yang dihasilkan dari proses pelatihan digunakan untuk memetakan data uji sehingga diperoleh data keluaran yang kemudian dibandingkan dengan target uji sehingga dapat diperoleh tingkat akurasi dari proses pengujian.

Hal-hal yang umumnya digunakan dalam proses pengenalan pola adalah sebagai berikut:
1. Persentase pembagian data untuk data latih dan data uji adalah 50%:50%, 60%:40%, 70%:30%, dan 80%:20%.
2. Tingkat akurasi proses pelatihan umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat akurasi proses pengujian.

Save

Save

  1. bang boleh minta scriptnya untuk segmentasi, esktraksi dan klasifikasinya(kalo ada LVQ) penting banget :”(

  2. Mas mau nanya kira-kira untuk identifikasi mata ikan dari segar sampai rusak menggunakan ekstraksi ciri apa ya?

  3. Terimakasih untuk informasi nya pak, saya sangat tertarik bahkan berencana hendak mengikuti kelas private dengan bapak.

  1. Pingback: JARINGAN SARAF TIRUAN – Zarallabouts

Leave a comment